AENEWS9.COM
Jakarta -- Kasus yang
melibatkan nama Habib Rizieq terus bergulir. Berbagai kalangan berharap
Panglima Front Pembela Islam (FPI) itu segera pulang ke Indonesia guna
penyelesaian kasus tersebut. Namun ada juga yang menginginkan kasus
"chat" WhatsApp berkonten pornografi itu segera dihentikan. Sebab,
polisi menyebut pemilik situs baladacintarizieq yang menyebarkan percakapan
tersebut tidak diketahui atau “anonymous”. Hal ini berarti chatting-an Habib
Rizieq dan Firza Husein itu palsu.
Permintaan agar kasus Habib Rizieq dihentikan antara lain disampaikan
pengacaranya, Eggi Sudjana. Dia mengatakan, polisi seharusnya menghentikan
penyidikan kasus "chat" WhatsApp berkonten pornografi itu. Pasalnya,
polisi menyebut pemilik situs baladacintarizieq yang menyebarkan percakapan
tersebut tidak diketahui atau anonymous.
"Kalau sudah begitu kondisinya sudah semestinya batal demi hukum.
Tidak adanya identitas penyebar chat tersebut menunjukkan adanya kemungkinan
kasus itu palsu karena dibuat anonymous. Jadi, polisi seharusnya menghentikan
kasus tersebut,” kata Eggi di Jakarta, Minggu (11/6/17).
Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan mengatakan, pihaknya
masih mencari siapa pemilik situs baladacintarizieq yang menyebarkan percakapan
diduga Rizieq dan Firza. Menurut Iriawan, berdasarkan informasi dari penyidik
yang diperolehnya, alamat internet protokol yang digunakan pelaku berada di
Amerika.
"(Server) itu dari luar, dari Amerika, anonymous. Kami sedang lakukan
penyelidikan," ujar Iriawan, Kamis (8/6/17).
Atas dasar itu, kata Iriawan, penyidik sedikit kesulitan untuk mencari tahu
penyebar konten pornografi tersebut. Dia akan berkoordinasi dengan Federal
Bureau of Investigation (FBI) untuk menyelidikinya.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan Rizieq dan Firza sebagai tersangka.
Kedua orang tersebut dikenakan pasal pornografi. Adapun Rizieq saat ini berada
di Arab Saudi.
Desakan yang sama disampaikan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai saat
mendatangi Kemenko Polhukam Jakarta Pusat, Jumat (9/6).
Pigai menyampaikan laporan terkait dugaan kriminalisasi ulama dan aktivis
alumni 212 dan rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Apa yang kami lakukan tetap dalam koridor proses hukum. Kami hormati
proses hukum. Yang bisa hentikan proses hukum hanya pemerintah, yaitu presiden.
Mudah-mudahan pemerintah bisa ciptakan kedamaian," kata Pigai saat itu.
Seperti diketahui, tudingan kriminalisasi ulama kian mencuat setelah Rizieq
Shihab ditetapkan tersangka kasus dugaan percakapan porno dengan Firza Husein.
Ketua Presidium Alumni 212, Ustaz Ansufri Idrus Sambo meminta Presiden Joko
Widodo (Jokowi) untuk segera menghentikan kriminalisasi terhadap ulama.
Dirinya mengatakan, Pilgub DKI sudah selesai, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
sudah kalah dan dipenjara karena kasus penistaan agama. Serta pihak Ahok dan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah membatalkan pengajuan banding terhadap putusan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang telah memvonis Ahok 2 tahun
penjara.
"Berarti sudah selesai kan semuanya. Ahok kan sudah menerima
kesalahannya. Sudah menerima dia di penjara, dengan dia dan jaksa mencabut
bandingnya. Itu artinya dia sudah rela untuk dihukum. Itu sebenarnya masalah
sudah selesai, jadi jangan ada lagi kriminalisasi," kata Ansufri di Aksi
Bela Ulama 96 di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (9/6).
Dia berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bulan Ramadhan ini mengambil
keputusan, membuat kebijakan yang sangat penting, yaitu membebaskan para ulama
dan aktivis yang dikriminalisasi. "Jangan ada politik balas dendam,
sudahlah," ungkapnya.
Menurutnya, kriminalisasi terhadap ulama saat ini, terutama terhadap Habib
Rizieq, merupakan efek balas dendam karena Basuki Tjahaja Purnama kalah dalam
Pilgub DKI dan di penjara.
Fanatik
Dihubungi terpisah, pengamat Politik, Arbi Sanit, terdapat
tiga klasifikasi masyarakat yang tahu tentang Rizieq. Pertama, kata dia, orang
yang fanatik mendukung. Yang kedua, orang yang kritis mendukung.
"Sedangkan yang ketiga adalah orang yang tidak suka atau anti dia
(Habib Rizieq, red)," kata pengamat politik Arbi di Jakarta, Minggu
(11/6/17).
Saat ini, lanjut dia, yang bakal tinggal adalah yang fanatik itu. Kalau
yang kritis, kata Arbi, pasti sudah lihat (kasusnya), makanya tidak mendukung
seperti semula. "Jadi banyak yang sudah kabur," sambungnya. (ht-red)
Sumber : indikasinews.com