AENEWS9.Com, Madiun- Di saat kebanyakan eks TKI , yang pulang kampung acapkali gagal memanfaatkan uang yang dikumpulkannya selama kembali lagi menjadi TKI padahal usia sudah tidak memungkinkan.Yang membedakan adalah pengalaman, pola pikir dan keimanan. Cerita hidup itu layaknya seperti dongeng .
Tidak demikian dengan Nurabadi warga Desa Sumberjo kecamatan Geger Kabupaten Madiun yang juga pernah menjadi TKI eks Korea itu justru memilih menjadi petani dan peternak untuk membantu dan memajukan pertanian di desanya.
Bertani dan berternak menjadi pilihan dalam menjalani hari-hari setelah tidak ingin kembali menjadi TKI .
"Waktu itu saya berpikir, kalau saya terus menjadi TKI dengan sistem kontrak, nanti kalau habis kontrak dan tidak diperpanjang, saya bingung karena usia juga terus bertambah. Saya juga ingin sukses tanpa harus terus menjadi TKI lagi.Dengan bermodal beberapa ekor sapi dirinya mencoba memulai memelihara dan memutuskan belajar berternak sapi.
"Saya masih sangat awam untuk dikatakan sebagai peternak sapi,saya terus belajar kepada yang sudah ahlinya,ini motivasi saya yang bulat menjadi peternak setelah tidak lagi menjadi TKI," ucap Nur Abadi merendah.
Sebelum berternak sapi Nurabadi seperti kebanyakan orang desa, pada umumnya juga seorang petani.
dirinya prihatin ketika saat masa tanam dan masa pemupukan, pupuk selalu langka hingga petani kesulitan untuk mendapatkan pupuk.Berangkat dari keprihatinan tersebut dirinya berpikir bagaimana kebutuhan pupuk untuk tanaman padinya bisa tercukupi dan tersedia tanpa tergantung pupuk kimia yang ketersediaannya selalu langka.
Dari situ Nurabadi mulai timbul gagasan untuk memanfaatkan limbah kotoran ternak sapi miliknya untuk diolah menjadi pupuk Nur Abadi mulai belajar menerapkan budidaya padi dengan sistem pertanian organik. Dirinya yang juga merupakan salah satu pengurus kelompok tani yang mulai mengolah tanaman padi secara organik,apalagi dirinya pernah mengikuti progam pelatihan dari dinas pertanian Kabupaten yaitu progam Manajemen Tanaman Sehat (MTS).Berbekal ilmu yang didapat dirinya mulai mengaplikasikan di bidang peternakan dan pertanian yang di geluti saat ini.
Nurabadi menceritakan bagaimana kotoran sapi diolah menjadi pupuk, yang pertama kotoran sapi dibiarkan mengering dan menguap agar gas dan baunya hilang lalu di campur kapur dolomit dan cairan EM4.Proses ini bisa berjalan tiga hari lalu ditimbun terlebih dahulu.Setelah kering dilakukan pengkondisian terlebih dahulu agar tak menggumpal. Nurabadi menerangkan satu-satunya kendala yang dihadapi dalam pengolahan pupuk organik cuaca hujan. Pasalnya, proses pembuatan pupuk organik dipastikan membutuhkan waktu lebih lama lantaran basah.
Dengan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk, Nurabadi kini tak lagi tergantung pada pupuk kimia dalam mengolah lahan pertaniannya.Tansman padinya terlihat hijau segar dan bulir-bulir padi mulai terisi padat.
Saat ini dilahan nya juga mulai ditanami ratusan bibit pohon pisang ukuran 45 cm dari dua jenis pisang yaitu
pisang Rojo temen dan candevis yang terlihat subur perkembangannya, semua berkat pupuk organik yang diolah dari kotoran sapi.
Nurabadi juga mengajak petani desanya untuk menggunakan pupuk organik agar tidak tergantung pada pupuk kimia.Disamping memanfaatkan kotoran sapi menjadi pupuk organik, Nur Abadi juga menunggu hasil dari penggemukan sapi yang sudah di kelola selama ini ,dimana saat idul qurban nanti siap panen( ZM)