Kupatan Tradisi Budaya dan Filosofisnya - .

Breaking

Cari Berita

18.5.21

Kupatan Tradisi Budaya dan Filosofisnya


AENEWS9.COM-
Setelah bergembira merayakan berhari raya Idul Fitri 1 Syawal, ada tradisi masyarakat muslim Jawa yang juga dirayakan dengan penuh kegembiraan yaitu tradisi "kupatan" yang dilaksanakan pada hari ke 8 Bulan Syawal atau satu Minggu setelah menyelesaikan puasa Syawal selama 6 hari.


Ketupat merupakan makanan berbahan  beras dibungkus dengan selongsong anyaman daun kelapa yang masih muda (janur, jawa). Masyarakat desa membuat sendiri selongsong anyaman, lalu diisi dengan beras dan dimasak dalam rendaman air.


Ketupat direbus berjam-jam hingga matang. Makanan ini biasanya di sajikan bersama sayur pelengkap, seperti opor ayam, lodeh nangka muda atau srondeng bumbu kelapa.


Ketupat menjadi makanan khas lebaran turun temurun hingga kini. Namun dalam tradisi Jawa, makanan ini bukan hanya sekedar sajian hari kemenangan, tapi lebih pada makna filosofis yang terkandung dalam tradisi Jawa.


Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi menegaskan bahwa tradisi ini merupakan bentuk sublimasi ajaran islam dalam tradisi masyarakat Nusantara. Hal ini merupakan cara Walisongo untuk mengenalkan ajaran Islam tentang wujud dan cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah dan saling menjalin silaturrahim.


Oleh Walisongo, tradisi membuat ketupat itu dijadikan media meyebarkan syiar agama. Biasanya, upacara tradisi ini dilengkapi dengan menggunakan ketan, kolak, apem yang diberi wadah pisang yang dibentuk sedemikian rupa yang disebut takir. Setiap bagian dari upacara ini memiliki makna filosofis yang merupakan dasar dari ajaran agama.


Ketan sendiri merupakan perlambang yang diambil dari kata khatam (selesai) melakukan ibadah, takir dari kata dzikir dan apem dari kata afwan yang berarti ampunan dari dosa. Untuk nama ketupat yang dalam bahasa Jawa adalah kupat sendiri merupakan singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) yang menjadi simbol untuk saling memaafkan.


Ketupat atau kupat sendiri memiliki banyak makna sebagaimana telah diketahui oleh masyarakat Jawa. Kupat di artikan sebagai “laku papat” yang menjadi simbol empat segi dari ketupat. Laku papat yaitu empat tindakan yang terdiri dari lebaran, luberan, leburan, laburan. Maksud dari empat tindakan itu adalah :


Pertama, Lebaran yaitu tindakan yang berarti telah selesai yang diambil dari kata lebar. Selesai dalam menjalani ibadah puasa dan diperbolehkan untuk menikmati makanan.


Kedua, Luberan berarti meluber, melimpah yang menyimbolkan agar melakukan sedekah dengan ikhlas bagaikan air yang berlimpah meluber dari wadahnya. Oleh karena itu tradisi membagikan sedekah di hari raya Idul Fitri menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia.


Ketiga, Leburan berarti lebur atau habis. Maksudnya adalah agar saling memaafkan dosa-dosa yang telah dilakukan sehingga segala kesalahan yang telah dilakukan menjadi suci bagai anak yang baru lahir.


Keempat, Laburan berarti bersih putih berasal dari kata labur atau kapur. Harapan setelah melakukan Leburan agar selalu menjaga kebersihan hati yang suci. Manusia dituntut agar selalu menjaga prilaku dan jangan mengotori hati yang telah suci.


Meskipun sederhana, namun ketupat Lebaran memiliki filosofi yang agung. Dalam bahasa Jawa, ketupat berarti 'ngaku lepat' atau mengaku bersalah.

Ketupat telah  menjadi simbol saling maaf - memaafkan didalam tradisi  masyarakat Jawa, dimana ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya, mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Apabila ketupat tersebut dimakan, secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah serta khilaf antar keduanya terhapus. 




*dilansir dari berbagai sumber