Pengamat: Pelemahan KPK Makin Nyata, Ada Peran Politis - .

Breaking

Cari Berita

Rabu, Mei 05, 2021

Pengamat: Pelemahan KPK Makin Nyata, Ada Peran Politis


AENEWS9.COM
|| Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan hasil tes wawasan kebangsaan pegawainya (TWK) dalam proses alih status menjadi ASN sebagai bentuk transparansi. Beredar kabar sebanyak 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK bakal dipecat. 


Terkait hal ini, penyidik senior KPK Novel Baswedan mendengar informasi perihal puluhan pegawai KPK termasuk dirinya tidak lolos TWK sebagai bagian dari proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). "Ya, benar, saya dengar info tersebut," kata Novel dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/5/2021).


Novel menyatakan, pemecatan tersebut upaya menyingkirkan orang-orang berintegritas dari KPK. "Upaya untuk menyingkirkan orang-orang yang berintegritas dari KPK adalah upaya lama yang terus dilakukan. Bila info tersebut benar, tentu saya terkejut karena baru kali ini upaya tersebut justru dilakukan oleh pimpinan KPK sendiri," ujar Novel.

Protes

Sejumlah pihak memprotes kabar pemecatan 75 pegawai KPK tersebut setelah tak lolos TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pasca berlakunya UU KPK yang baru.

 

"Bisa saja pemecatan 75 pegawai KPK karena ada peran koruptor. Selain itu peran politis juga bisa saja terjadi," ujar Ketua DPP Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) Jerry Massie, Selasa (4/5/2021).


Jerry menuturkan, pemecatan terhadap pegawai ada standar operational procedure (SOP), seperti melanggar kode etik sampai tak masuk kantor. TWK seharusnya tidak dipermasalahkan karena pegawai KPK tentunya sudah faham kebangsaan. Apalagi jika pegawai KPK tersebut berlatar belakang polisi atau jaksa. 


Menurut Jerry, saat ini KPK butuh orang-orang yang galak terhadap koruptor. Karena aktivitas koruptor juga sudah berhasil menyuap penyidik KPK. 


Pelemahan


Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat TWK yang diduga akan membuat sejumlah pegawai dipecat merupakan upaya pelemahan KPK. Sejak revisi Undang-Undang KPK hanya sekadar isu, pihaknya telah khawatir terhadap aturan organisasi antirasuah yang justru akan melemahkannya dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.


"Akhirnya kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Presiden Joko Widodo dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi terbukti," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5/2021).


Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW), kabar pemecatan puluhan pegawai KPK itu karena ada indikasi SDM di lembaga antirasuah saat ini sedang dihabisi. 


"Yang mengerikan, kini, batas api kepantasan telah dilanggar. Jika info di media benar, ada indikasi SDM KPK mulai dihabisi," ujar Bambang Widjojanto, Selasa (4/5/2021).


Menurut BW, pegawai KPK selama ini telah bekerja sepenuh hati karena telah bertaruh nyawa demi memberantas korupsi. Namun, situasi kini sangat berbeda. "Justru malah mau disingkirkan semena-mena hanya dengan berbekal hasil tes ala Litsus Orde Baru," bebernya.


BW menduga situasi yang berkembang saat ini merupakan bagian dari strategi menghancurkan KPK. Sebab, pada saat yang bersamaan pegawai KPK tengah menuntaskan kasus dugaan korupsi terkait Bansos Covid-19, izin ekspor benih lobster, kasus Tanjungbalai, kasus bos batubara yang jadi DPO, kasus mafia hukum di pengadilan dan juga penyuapan penyidik KPK yang mulai menyinggung  pimpinan parlemen dan salah satu komisioner KPK.


 Sementara itu mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga meminta pimpinan lembaga antirasuah tak mencari pembenaran untuk memecat orang-orang yang sudah menunjukkan performa dan tangguh dalam memberantas korupsi. 


"Jangan cari justifikasi lain untuk melakukan saringan terhadap orang-orang yang memang sudah perform dan tough guy dalam penegakan hukum-hukum antikorupsi," kata Saut, Selasa (4/5/2021). 


Janggal 


Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari yang mendapatkan bocoran soal tes untuk pegawai KPK mengaku TWK tersebut dinilai janggal. Kejanggalan pertama terletak pada dasar hukum tes syarat alih status kepegawaian itu. Tes tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK, melainkan hanya berdasar pada peraturan Komisi.


KPK telah menerbitkan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dalam Perkom ini diatur syarat menjadi ASN adalah pegawai KPK tidak boleh terlibat organisasi terlarang.


 "Muatannya lebih banyak kepentingan pimpinan KPK dibandingkan kepentingan undang-undang," kata Feri, Selasa (4/5/2021).


Kejanggalan kedua, pertanyaan-pertanyaan pada TWK ini berkaitan dengan pandangan pegawai KPK terhadap program pemerintah. Bahkan ada pertanyaan yang menyinggung Front Pembela Islam (FPI), ormas yang telah resmi dilarang pemerintah pada akhir 2020, hingga pertanyaan terkait pemimpin FPI Rizieq Shihab.


Kejanggalan ketiga, selama ini peserta ujian telah melewati banyak tes untuk bisa menjadi pegawai KPK. Karena itu, tes tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan pimpinan KPK. Apalagi, menurutnya, beberapa peserta tes merupakan calon pemimpin KPK seperti Sujarnako dan Giri Supardiono.


"Mereka sudah lolos tes hingga ke tahap akhir yang artinya mereka sudah lolos tes kebangsaan," kata Feri.


Kejanggalan keempat, lanjut Feri, tes tersebut tidak meloloskan penyidik yang sedang menangani kasus megakorupsi. Salah satunya kasus korupsi bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19. Selain itu, peserta yang tidak lolos adalah penyidik yang menangani kasus-kasus penting. Salah satunya, Novel Baswedan.



Feri juga menyoroti pegawai yang tidak lolos tes kebangsaan adalah mereka yang menempati posisi penting di KPK. Dia mengatakan hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa tes tersebut merupakan bagian dari rencana besar dalam melemahkan upaya pemberantasan korupsi setelah UU KPK direvisi pada 2019 lalu.


Sudah Terima


Dikonfirmasi terpisah ihwal rencana pemecatan tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri enggan menanggapi. Jenderal polisi bintang tiga ini hanya menyampaikan bahwa KPK telah menerima hasil tes dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tapi belum membuka data tersebut.


"Silakan ke Sekjen untuk hal tersebut karena sampai saat ini pimpinan belum membuka hasil tes wawasan kebangsaan. Hasil tes wawasan kebangsaan diterima Sekjen dari BKN tanggal 27 April 2021 dan sampai sekarang belum dibuka," ucap Firli.


Adapun Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa mengatakan hasil penilaian TWK masih tersegel. Dia memastikan lembaganya segera mengumumkannya secara terbuka.