KLIKAENEWS.COM, Madiun – Suasana khidmat bercampur hangat menyelimuti Pondok Pesantren Al Islam di dusun Semanding Desa Bandungan, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, pada Minggu 6 Juli 2025 .
Ratusan santri dan warga sekitar larut dalam tradisi Kroyokan Uyah( Garam), sebuah tradisi khas yang hanya digelar setiap tanggal 10 Muharram.
Tradisi ini sudah menjadi bagian dari budaya lokal yang rutin dilestarikan oleh Ponpes Al Islam. Warga dan santri bersama-sama membagikan garam secara massal, simbol keikhlasan berbagi rezeki dan harapan atas berkah di bulan Asyura.
Menurut pengasuh pondok, Kyai Ahmad Banu Faisol, Kroyokan Uyah/ Garam memiliki makna filosofis sebagai lambang kesederhanaan dan kebersamaan.
“Garam itu sederhana, tapi sangat penting. Seperti halnya kehidupan, kebersamaan yang sederhana bisa membawa rasa yang utuh,” ungkapnya.
“Tradisi Kroyokan Garam ini bukan sekadar simbol. Ini adalah bentuk rasa syukur dan keikhlasan berbagi yang kami warisi dari para leluhur. Di bulan yang penuh keutamaan ini, kami ingin menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial kepada para santri dan masyarakat.” Jelas pengasuh ponpes Al-Islam.
Usai doa bersama, garam yang telah dikemas dibagikan kepada masyarakat. Mereka yang hadir pun tampak antusias, tidak hanya untuk mengambil garam, tetapi juga bersilaturahmi dan mengenang makna di balik tradisi ini.
Kepala Desa Bandungan,Hudi Utomo yang turut hadir menyampaikan apresiasinya dan harapan terhadap pelestarian budaya tersebut. “Ini tradisi yang harus terus dijaga. Selain punya nilai religi, juga mempererat hubungan sosial masyarakat. Semoga tradisi ini bisa terus lestari, karena tidak hanya memperkaya nilai budaya desa, tapi juga membangun karakter masyarakat yang guyub, rukun, dan peduli satu sama lain.”ungkapnya.
Tradisi Kroyokan Garam bukan hanya soal bagi-bagi bumbu dapur, tapi juga tentang merawat nilai spiritual, solidaritas, dan warisan budaya lokal yang adi luhung.( zm)