MEDSOS DAN KEBEBASAN PERS - .

Breaking

Cari Berita

19.1.17

MEDSOS DAN KEBEBASAN PERS

Oleh  :  AHMAD ZAHNI    (Ketua IJM,Ketua Yayasan Riyadlul Jannah,Dewan Pembina PPWI, Wartawan Koran Jurnal,instruktur PPWK,Koord. FKA KOTAKU, Sekretaris PPP Kab. Magetan)

Di era yang serba canggih teknologi informasi tanpa batas, dunia dalam genggaman, Pers Indonesia dihadapkan pada sebuah tanggung jawab besar atas kelangsungan hidup berbangsa bernegara. Amanah Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, memberi aksentuasi / penegasan kepada segenap insan Pers, Media, Lembaga Pers untuk professional dan bertanggung jawab. Namun, seiring perkembangan zaman dengan dahsyatnya laju informasi yang bisa diunduh serta diunggah oleh setiap orang  maka terjadi pergeseran nilai-nilai kaidah sebuah pemberitaan. Seorang wartawan / jurnalis/ pewarta terikat oleh aturan-aturan KodeEtik Jurnalistik , sedangkan masyarakat awam tidak. Padahal produk informasi apapun bentuknya pasti akan menjadi konsumsi publik. Tidak sedikit yang berdampak negatif bahkan membawa wabah pengaruh buruk pada sebuah peradaban. Meskipun sekarang ini sudah diberlakukan adanya UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tetapi publik sepertinya mengimani bahwa “Peraturan dibuat untuk dilanggar !!”. Termasuk bagi para penyebar kabar bohong / HOAX atau hanya sekedar iseng mendistribusikan (forward), harap berhati-hati ada ancaman pidana penjara 6 tahun atau denda Rp 1 Miliar (UU ITE Pasal 28 ayat 1). Pesan HOAX sudah masuk dalam delik hukum, Polisi akan bekerjasama dengan Kominfo dan operator telekomunikasi untuk melakukan tindakan hukum. Di Pasal 28 ayat 2 dijelaskan “Setiap orang dengan sengaja tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA)”, ini selaras dengan UU nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu Pasal 14 ayat 1 “Barang siapa dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”.

Diakui atau tidak, saat ini semakin gencar berseliweran segala macam info dalam berbagai format yang memaksa insan jurnalis khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk lebih arif menyikapi serta memilah /memilih sebuah khabar. Setidaknya ada 3 kaidah yang bisa dipakai : 1. Kaidah Kebenaran, jika masih meragukan sebaiknya tidak diberitakan/diteruskan ke yang lain. 2. Kaidah Kebaikan, adakah kebaikannya ? kalau hanya akan merusak /menyesatkan lebih baik di stop. 3. Kaidah Manfaat, jika tidak bermanfaat maka buat apa dikhabarkan meski itu hanya berupa secuil informasi. Bahkan untuk insan-insan Pers ada kaidah tambahan yang harus dipegang teguh sebagaimana tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik. Karena melalui Pers akan terbentuk upaya mencerdaskan kehidupan bangsa supaya tidak terjadi pembodohan atau pemutar balikan fakta, supaya sebuah khabar benar-benar faktual , adil berimbang sesuai kejadiannya. Sehingga orang tidak akan lari mencari yang HOAX- HOAX, namun cukup enjoy dengan berita-berita yang disuguhkan secara professional dan bertanggungjawab. Meskipun untuk meraih nilai-nilai itu insan Pers harus mampu ‘otot kawat balung wesi’ . SAVE JURNALIS, LINDUNGILAH WARTAWAN. Jangan lagi ada ancaman/intimidasi atau tindak kekerasan, dalam bertugas kami juga dilindungi Undang-Undang.(zah)