Warga Tolak Sertifikasi Tanah Oleh PT KAI - .

Breaking

Cari Berita

11.4.17

Warga Tolak Sertifikasi Tanah Oleh PT KAI

AENEWS9.COM MADIUN - Sebanyak 50 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Jumat (7/4/2017) menolak rencana sertifikasi tanah oleh  PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Alasan penolakan sertifikasi ke 50 KK karena sejak tahun 1986, warga merasa menyewakan lahan miliknya kepada PT. KAI.

Sedangkan PT. KAI juga merasa memiliki hak tanah tersebut. Geger gonjang-ganjing kepemilikan tanah yang akan di sertifikasikan itu tidak menemui titik terang.

Mediasi pun di gelar di Balai Kelurahan Bangunsari antara warga yang menempati lahan milik PT. KAI dengan pihak PT. KAI.

Dalam mediasi tersebut berlangsung ricuh. Pihak warga mempertanyakan
bukti kepemilikan lahan dari PT. KAI. Sedangkan pihak PT. KAI menyodorkan Kartu  Tanah (Ground Card) yang dianggap bukti kepemilikan lahan PT. KAI yang berada di sepanjang ruas jalan umum Madiun-Ponorogo.

Warga menolak Kartu Tanah yang di tunjukkan pihak PT. KAI, karena dalam tulisan Kartu Tanah tersebut masih menggunakan bahasa asing (Belanda) dan di anggap sudah tidak berlaku lagi.

Sempat terjadi ketegangan saat salah satu dari petugas PT. KAI menggebrak meja dan menyuruh warga untuk kembali duduk.

Salah satu perwakilan warga,  M. Ridwan mengatakan pihak PT. KAI telah melakukan kebohongan dan pembodohan dan meminta untuk BPN memproses secara benar.

"PT. KAI telah melakukan pembodohan dan kebohongan kepada kami, BPN harus memproses ini dengan benar," katanya.

Menurut M. Ridwan, ada 50 KK yang menolak jika tanah yang di sewanya selama ini, disertifikatkan menjadi milik PT. KAI. Dalam PP NO 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah pada pasal 45 menegaskan bila hak pakai atas nama departemen perhubungan, PJKA tidak dapat di alihkan kepada PT. KAI .

"Masayarakat sekarang sudah cerdas dan mengerti, kami harapkan mereka fair tidak ada yang di sembunyikan,” tegasnya.

Ridwan menilai, dirinya dan warga tidak bermaksud menguasai lahan milik negara tersebut namun  PT. KAI telah menyalahi aturan yang sudah di tetapkan. Terlebih dalam PP NO 38 Tahun 1963, tentang Badan-Badan Hukum yang mempunyai hak milik atas tanah, PT. KAI tidak termasuk Badan Hukum yang mempunyai hak milik atas tanah negara.

Tanah yang di tempati warga adalah milik negara, seharusnya warga membayar langsung ke Kementerian Keuangan dan tidak ke PT. KAI. Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan dalam Rangka Pemberian Hak Baru atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat, pada pasal 5 Keppres tersebut menjelaskan, bahwa tanah bekas Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Pakai asal konversi hak barat yang telah menjadi perkampungan atau di duduki rakyat akan di prioritaskan kepada rakyat yang mendudukinya.

Lanjut Ridwan, saat pertama kali menempati, warga langsung menyewa pada PJKA/Harga yang di patok PJKA sesuai standar dan kesepakatan. Kala itu, tanah seluas 26x7 meter cukup disewa Rp 210 ribu setiap tahunnya. Namun sejak di ambil alih PT. KAI tahun 2015, warga harus membayar Rp5,2 juta, kenaikan pembayaran sewa yang di kenakan semakin mencekik leher.

“Kami tidak sanggup membayar dan selain itu, PT. KAI telah melanggar Keppres No 32 Tahun 1979,” terangnya.

Kasi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tabag BPN Kabupaten Madiun, Widodo menyatakan bakal memberi kesempatan bagi warga yang menolak penyertifikatan tanah tersebut untuk mngajukan gugatan ke Pengadikan Negeri (PN) Madiun, sehingga hasilnya dapat di tentukan melaui jalur hukum.

"Kami sebenarnya hanya di undang saja dalam mediasi ini, tapi mediasi ini tampaknya belum ada solusi, jadi  kami persilakan warga menggugat jika tetap menolak,” tandasnya. (rdm)