AENEWS9.COM MADIUN - Topeng Monyet adalah
salah satu kesenian tradisional yang sejak dahulu sudah di kenal masyarakat
terutama di Jawa.
Tandhak
Bedhes atau Ledhek Kethek istilah penyebutan Topeng Monyet atau tontonan Monyet.
Jenis kesenian yang melibatkan pawang yang melatih se-ekor Monyet untuk
melakukan berbagai aktifitas meniru tingkah laku manusia, seperti berdandan,
pergi kepasar dengan diiringi alat musik yang di mainkan oleh satu atau
beberapa orang. Biasanya alat musik yang di pakai sebuah kendang kecil yang di
pukul atau di tamabah alat musik lain agar bisa semarak, sedangkan Monyet diikat
dengan tali panjang agar mudah melakukan atraksi sesuai dengan perintah sang
pawang.
Para
pengamen Topeng Monyet ini biasanya memakai Monyet untuk pertunjukannya jenis
Monyet spesies Macaca Fracicularis. Pertunjukan Topeng Monyet ini biasanya
di mainkan berkeliling dari satu tempat ke tempat lain di daerah kawasan
pemukiman.
Seperti
pantauan aenews9.com, ada pertunjukan Topeng Monyet keliling sedang
atraksi di salah satu rumah warga di daerah Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
Penontonnya kebanyakan anak-anak, karena itu kedatangan rombongan pengamen
Topeng Monyet selalu di sambut gembira oleh anak-anak. Kegembiraan anak-anak
merupakan rezeki bagi pengamen topeng monyet.
Prapto (29)
Pawang Topeng Monyet mengatakan, dirinya menggeluti profesi sebagai pengamen
Topeng Monyet sudah hampir 8 tahun.
" Menjadi
Pawang Topeng Monyet ini sudah 8 tahun saya lakukan, menggantikan bapak yang
sudah meninggal, dan kebiasaan saya cuma ini," katanya.
Dia
menuturkan, sejak bapaknya meninggal dia menggantikan untuk menjadi Pawang Topeng
Monyet, melatih seekor Monyet untuk bisa beratraksi bukan pekerjaan mudah. Menurut
Prapto, Monyet harus di latih sejak kecil, dan Monyet di pilih yang betina, minimal
1,5 tahun karena dalam waktu tersebut sudah bisa menguasai pelajaran dan siap
diajak ngamen. Dipilihnya Monyet betina karena daya ingatnya bagus dan tidak
lekas bosan.
Saat di
tanya dari mana Monyet-monyet itu di dapatkan, Prapto mengaku membeli dari
Pasar Hewan. " Beli di Pasar Hewan Njoyo Madiun seharga Rp200.000, Mas,"
terangnya.
Dia
menuturkan kalau Kesenian Topeng Monyet ini juga sudah mulai punah, tidak ada
yang mau melestarikan Kesenian Topeng Monyet ini.
" Waktu
jaman bapak saya, kalau dulu ngamen dengan Topeng Monyet bisa di jadikan penghasilan
menghidupi keluarga, namun jaman sekarang sulit untuk bisa di katakan cukup
untuk menghidupi keluarga,” imbuhnya.
" Kalau
dulu ngamen sehari bisa mendapatkan Rp250.000, bisa buat makan dan kebutuhan
rumah tangga, tapi kalau sekarang dapat Rp 60.000 sudah bagus dan uang segitu
tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari," jelasnya.
Dewasa ini pro
dan kontra mewarnai keberadaan Kesenian Topeng Monyet, satu sisi upaya pelestarian
kesenian rakyat sejak jaman dulu, serta upaya ekonomi sebagai mata pencaharian
bagi pelaku Topeng Monyet .Di lain pihak upaya pelarangan bagi atraksi Topeng Monyet
adalah terkait hukum.
Pelarangan Topeng
Monyet dasar hukumnya sangat jelas, yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana(KUHP) No 302 yang mengatur tentang Penyiksaan Hewan. Selain itu UU
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Pasal 66 ayat 2g. Peraturan
Kementan Nomor 95 Tahun2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan Pasal 88 ayat 2.
Seperti
diketahui bahwa kesenian Topeng Monyet itu juga salah satu bentuk eksploitasi
terhadap hewan serta pengabaian kesejahteraan satwa.
Kesejahteraan
satwa meliputi hak hidup bebas, hak bebas dari penyakit. Salah satu contoh,
seringkali Monyet di tempatkan di kandang berukuran 30x40x30. Dengan kandang
sekecil tersebut, Monyet rentan penyakit karena stress, dan Monyet adalah
pembawa virus rabiees.(zam)