Keterbukaan Informasi: Kunci Menghapus Tanda Tanya di Desa - .

Breaking

Cari Berita

16/08/25

Keterbukaan Informasi: Kunci Menghapus Tanda Tanya di Desa



Keterbukaan Informasi: Kunci Menghapus Tanda Tanya di Desa

Oleh: ZAINUL M*


Pernahkah Anda membayangkan sebuah desa di mana setiap warganya memiliki akses mudah ke informasi tentang bagaimana desanya dibangun dan dikelola? Di mana setiap rupiah anggaran desa diawasi bersama, dan setiap program pembangunan dirancang untuk kesejahteraan seluruh masyarakat? Keterbukaan informasi publik adalah jantung yang memompa kehidupan ke dalam pembangunan desa, menjadikannya lebih partisipatif, akuntabel, dan berkelanjutan. Karena pembangunan desa adalah fondasi utama kemajuan bangsa, maka keterbukaan informasi yang memadai adalah syarat mutlak untuk mewujudkan pembangunan desa yang efektif dan berkelanjutan.


Pembangunan desa sejatinya bukan hanya soal membangun jalan, drainase, atau fasilitas umum. Lebih dari itu, pembangunan adalah membangun kepercayaan. Dan kepercayaan hanya dapat tumbuh jika ada keterbukaan informasi publik.


Namun, dalam praktiknya, transparansi masih sering dianggap sebagai "momok menakutkan" oleh pemerintah desa. Ketakutan akan pengawasan, kritik, atau bahkan tuntutan hukum membuat sebagian aparat desa enggan membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat.


Padahal, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberi hak bagi masyarakat untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Transparansi adalah bentuk penghormatan terhadap warga sebagai pemilik hak suara dan sumber dana pembangunan itu sendiri.


Minimnya keterbukaan ini memunculkan indikasi lemahnya manajemen informasi. Dalam beberapa kasus, papan informasi proyek hanya menampilkan angka global tanpa rincian jelas. Laporan realisasi program tidak diumumkan secara terbuka, musyawarah desa kadang hanya formalitas, dan data penerima bantuan tidak selalu transparan.


Tanpa keterbukaan, partisipasi warga akan melemah, dan kepercayaan terhadap pemerintah desa ikut terkikis. Sebaliknya, jika desa berani membuka data secara rinci—mulai dari nilai proyek, daftar penerima bantuan, hingga capaian hasil—maka prasangka negatif dapat ditepis, dan warga pun mau ikut mengawal.Dari perspektif sosiologi, keterbukaan justru dapat memperkuat partisipasi, kepercayaan, dan efektivitas pembangunan.  Dalam kajian sosiologi, kepercayaan (trust) dan partisipasi masyarakat adalah dua elemen kunci dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut Anthony Giddens, modernitas menuntut adanya sistem yang transparan agar masyarakat tidak terjebak dalam ketidakpastian. Sementara  Jürgen Habermas menekankan pentingnya 'ruang publik' di mana warga dapat terlibat dalam diskursus kebijakan secara bebas dan setara.Kajian dalam Jurnal Ilmu Administrasi Publik (2021) menegaskan keterbukaan informasi sebagai kunci good governance karena meningkatkan akuntabilitas dan mempersempit celah penyimpangan. Sementara penelitian di Jurnal Sosio humaniora (2020) menyebut keterbukaan informasi memperkuat modal sosial berupa kepercayaan dan partisipasi kolektif warga.


Di tingkat desa, ketertutupan informasi justru menciptakan 'disintegrasi sosial'dan 'marginalisasi informasi ' Masyarakat yang tidak mendapat akses jelas tentang anggaran, program, atau keputusan pembangunan cenderung menjadi apatis atau curiga. Akibatnya, program pemberdayaan yang seharusnya bersifat partisipatif justru berjalan secara top-down tanpa umpan balik yang konstruktif.  


Mengapa Pemerintah Desa Takut dengan Keterbukaan?

Beberapa faktor yang menyebabkan resistensi pemerintah desa terhadap transparansi antara lain:  

1. Budaya Patron-Klien – Relasi kekuasaan di desa sering masih bersifat paternalistik, di mana pemimpin dianggap sebagai "penguasa" yang tidak perlu dipertanyakan kebijakannya.  

2. Ketidaksiapan Administratif– Banyak desa yang belum memiliki sistem dokumentasi dan pelaporan yang rapi, sehingga membuka informasi dianggap berisiko memunculkan kritik.  

3.Takut terhadap Konflik – Keterbukaan bisa memicu pertanyaan kritis dari masyarakat, terutama jika ada indikasi ketidaksesuaian penggunaan dana.  

4. Minimnya Literasi Hukum– Banyak aparat desa yang belum sepenuhnya memahami hak dan kewajiban terkait UU Keterbukaan Informasi Publik (No. 14 Tahun 2008).  

Dampak Positif Keterbukaan bagi Masyarakat 

Jika pemerintah desa berani membuka diri, beberapa manfaat yang bisa diperoleh antara lain:  

1.Meningkatkan Partisipasi Warga– Dengan mengetahui program dan anggaran, masyarakat dapat memberikan masukan atau bahkan mengawasi pelaksanaannya.  

2.Memperkuat Akuntabilitas– Transparansi mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang dan korupsi, sehingga pembangunan lebih tepat sasaran.  

3.Membangun Kepercayaan– Ketika masyarakat merasa dihargai dan dilibatkan, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah desa akan meningkat.  

4.Mempercepat Penyelesaian Masalah– Keluhan atau kesenjangan dalam program bisa segera diidentifikasi dan diperbaiki.  

Agar keterbukaan informasi tidak lagi dianggap sebagai ancaman, Di sinilah pentingnya pengawasan dari pihak yang berkompeten.Pengawasan ini idealnya bukan sekadar mencari kesalahan, melainkan menguatkan tata kelola pemerintahan desa agar transparansi menjadi budaya, bukan beban. Desa yang transparan akan lebih mudah mendapat dukungan masyarakat, sementara aparat desa yang terbuka akan terhindar dari prasangka negatif.

 

Namun, keterbukaan informasi tidak akan terwujud tanpa peran aktif masyarakat. Lembaga seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan kelompok masyarakat harus proaktif menuntut hak informasi. Masyarakat harus aktif mencari informasi, bertanya, dan memberikan masukan kepada pemerintah desa. Dengan sinergi antara pemerintah desa dan masyarakat, keterbukaan informasi publik akan menjadi pilar yang kokoh dalam pembangunan desa yang partisipatif dan berkelanjutan.

Keterbukaan informasi publik bukan sekadar ' momok' apalagi slogan, melainkan kunci untuk membuka pintu kemajuan desa. kita memahami bahwa transparansi mampu memperkuat kohesi sosial, partisipasi, dan akuntabilitas.Jika pemerintah desa berani membuka diri, bukan hanya pembangunan yang lebih efektif, tetapi juga demokrasi lokal akan tumbuh lebih sehat. Masyarakat tidak lagi sebagai objek, melainkan mitra aktif dalam memajukan desa. 

Mari buka ruang informasi, wujudkan desa yang maju dan partisipatif,Pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat bukan hanya soal menghabiskan anggaran, tetapi memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan. Dan itu hanya bisa terwujud jika desa mau berjalan di jalur yang terang, bukan di lorong yang gelap.

Desa Perlu Terang, Mengawal Pembangunan dan Pemberdayaan dengan Data Terbuka.

Salam Ber desa untuk Merdesa!

---  

*Penulis adalah:Jurnalis yang tinggal di sebuah desa/pemerhati isu desa .Artikel ini merupakan pandangan pribadi